“Semakin tinggi sekolah, bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. HARUS SEMAKIN mengenal batas” ~ Pramoedya Ananta Toer
Jangan menduga saya tahu quotes keren di atas dari hasil membaca buku-buku Pram (biar akrab), tapi karena saya lihat tulisan di jalanan. Entah saya dan mereka yang nulis hal itu di jalanan punya kegelisahan yang sama atau enggak? Enggak tahu juga. Tapi daripada tebak-tebak buah manggis dan nanti kita berujung ke pantun, mendingan hiraukan saja sekelumit pemikiran gak penting barusan. Saya menemukan tulisan ini selagi mencari hiburan murah pembunuh waktu masa kini yaitu salah satu diantaranya adalah instagram-an, yang lebih murah? Banyak! Ngelamun, maenan ludah, nontonin bayangan, ngomelin anak orang yang maenan petasan, masih mau disebutin lagi? Gak usah yah.
Baiklah lanjut shall we? Jadi, sebelum saya ketemu tulisan jalanan tadi, saya udah marah sama perusahaan dalam mencari pekerja, dan membedakan gaji serta posisi karyawan/wati sesuai dengan ijazah yang dipegangnya. D3 ya musti lebih rendah dari S1 gajinya, gak peduli itu orang yang lulusan D3 jagonya kayak apa. Masih segar dalam ingatan ketika Jokowi mengeluarkan kebijakan bahwa gaji buruh di Jakarta adalah harus mengikuti UMR, yang saat itu adalah dua juta lima ratus ribu rupiah. Buruh pabrik bersorak karena ada peningkatan taraf hidup. Protes besar datang dari pekerja kelas menengah yang rata-rata memiliki ijazah sarjana strata satu. Komennya kira-kira begini:
“Gila! Enak banget! Gue udah kuliah dibiayain ama orang tua gue mahal-mahal, masa gaji S1 sama ama buruh?”
Dari kalimat diatas ada beberapa hal yang bisa kita penggal-penggal dan memahami pola pikir orang ini:
1. Dia pikir jadi buruh adalah pekerjaan yang gampang. Padahal jadi buruh pun berat, berdiri seharian untuk melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang, jam kerja pun panjang, rawan kena PHK.
2. Dia pikir buruh adalah orang yang kerja di pabrik aja. Padahal buruh adalah sebutan bagi seluruh pekerja, mau di pabrik, mau di kantor, mau di toko. Statusnya karyawan? Wartawan? Art Director? Ya, Anda tetap buruh.
3. Mindset-nya bahwa kuliah emang mahal. Tapi itu demi mendapatkan gaji yang lebih banyak lagi kan?
Nah, untuk yang nomor 3 gak mau komen ah, cuma mau ajak kawan-kawan merenung. Jadi itu maksudnya ya tempat kuliah mesti bayar mahal-mahal supaya nanti pas masuk kerja, -gak peduli gak bisa kerja, yang penting gaji lebih tinggi dari yang lain, karena mengantongi ijazah “es” ajaib yang bisa mengalahkan pengalaman dan kaum otodidak. Plato juga kagak punya ijazah, woy!
Seorang yang punya ijazah D3 tidak bisa naik ke level menajerial meski pengalamannya sudah segudang. Karena alasan itulah perusahaan akan selalu memasukkan orang lain dengan jabatan lebih tinggi untuk berada di atas D3, meski sebenarnya si D3 mampu. Tetapi sial banget, ijazahnya cuma “de” bukan “es”. Jadi gak bisa deh! Datanglah orang baru berijazah “es” yang banyak nanya, lebih banyak nyuruh konsep, dan enggak paham konsep.
Mudah-mudahan semua orang ijazah “es” enggak kek gini ya?