Bagi orang Jakarta, kawasan Menteng tentu tak asing lagi. Kawasan yang berada di tengah kota Jakarta dan terkenal karena keelitannya ini, menyimpan berbagai macam hal yang patur untuk dikenang. Ngojak 44 kali ini mencoba menyingkap kawasan ini dari sisi lain.
Bekas Rumah Sakit Princess Margriet

Bangunan tua di Mampangweg (yang sekarang Jalan Teuku Cik Ditiro) ini dahulunya merupakan bekas Rumah Sakit Princess Margriet yang dibuka resmi sejak 27 April 1946. Bangunan di Jalan Teuku Cik Ditiro No. 5 yang sekarang berupa reruntuhan ini dahulu pernah difungsikan sebagai asrama ahli gizi.
Sedangkan bangunan di Jalan Teuku Cik Ditiro 7 pernah dialihfungsikan sebagai asrama perawat. Namun, sekarang sudah dikosongkan. Menurut papan informasi bangunan tersebut tertulis tanah ini milik Pemerintah RI cq. Kementerian Kesehatan, hal tersebut senada dengan hasil wawancara dengan warga disekitar.1
Wisma Mas Isman

Bangunan yang diberi nama Wisma Mas Isman dan berada di Jalan Teuku Cik Ditiro nomor 34, Menteng, Jakarta Pusat, ini dulunya adalah rumah Mas Isman, ketua umum KOSGORO yang pertama.
Mas Isman atau Mayor Jenderal TNI (Purn) Mas Isman adalah seorang pahlawan nasional Indonesia, pendiri dan komandan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Jawa Timur. Selain pernah menjabat sebagao Ketua Umum Kosgoro (Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong), duta besar Indonesia di Rangoon, Bangkok dan Kairo, serta dikenal sebagai ayah dari Menteri Pemuda dan Olahraga, Hayono Isman (menjabat 17 Maret 1993-16 Maret 1998).
Sesudah kekalahan Jepang dari Sekutu, Mas Isman membentuk TRIP. Para anggotanya adalah kawan-kawannya sendiri di SMT (Sekolah Menengah Tinggi) Surabaya. Mereka berhadapan dengan pasukan Jepang yang telah kalah serta pasukan Inggris yang ditempatkan di Surabaya guna menerima penyerahan diri Jepang dan membebaskan tawanan perang.
Pasca perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, ia menduduki berbagai jabatan. Pada tahun 1951-1956 ia berdinas di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Beberapa kali juga menjadi duta besar di berbagai negara.2
Pada tanggal 10 November 1957, ia mendirikan sebuah koperasi bernama Kosgoro (Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong) untuk menampung para eks-anggota TRIP yang tidak tertampung di sektor formal. Melalui Kosgoro, ia dan kawan-kawannya mengalihkan perjuangannya dari perjuangan fisik ketika melawan penjajah ke perjuangan di bidang pembangunan.
Bersama Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia (Soksi) dan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Kosgoro menjadi tiga kekuatan ini dikenal sebagai Tri Karya dari Golongan Karya. Mas Isman sendiri adalah ketua pertama Kosgoro dan belakangan, ia juga menjadi anggota Dewan Pembina DPR-Golkar.
Mas Isman wafat pada 12 Desember 1982 pada usia 58 tahun karena serangan jantung dan pada tahun 2015, Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
The Hermitage dan Taman Veteran

Gedung yang menempati alamat cukup strategis yaitu di Jalan Cilacap No. 1, Menteng ini merupakan salah satu gedung bersejarah yang berdiri pada 1923. Dulunya, bangunan warna putih ini dipakai sebagai kantor telekomunikasi Belanda bernama Telefoongebouw.
Gedung ini pernah juga dipakai sebagai markas BKR/TKR Jakarta pada tahun 1945. Setelah itu sampai tahun 1947, gedung ini pernah dipakai sebagai kantor penghubung tentara pimpinan Letkol. MT. Harjono.
Setelah Indonesia merdeka, pada 1960 gedung ini menjadi kantor Kementerian Pengajaran dan Pendidikan Indonesia. Terakhir pada 1999 beralih fungsi lagi menjadi Universitas Bung karno.
Pada tahun 2008, salah satu bangunan cagar budaya ini diambil alih PT Menteng Heritage Realy yang kemudian disulap jadi hotel bintang lima. Hotel ini diresmikan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama awal Juni tahun 2014.
Di depan Hermitage tepatnya di Jalan Cilacap No. 5, terdapat taman kecil yang dikenal dengan Taman Veteran. Taman yang diresmikan oleh Pangdam Jaya saat itu yaitu Bapak Try Sutrisno pada tanggal 8 Agustus 1985 itu, di tengahnya ada sebuah monumen yang sayangnya tidak terbaca kalimat di dalamnya.
Jalan Surabaya

Jalan di kawasan Menteng ini memang dikenal sebagai surganya barang antik. Pasar barang antik ini konon sudah mulai terbentuk sejak tahun 1967. Awalnya tak langsung ramai seprti sekarang dengan pedagang dengan kios-kios berjejer di dalamnya, tetapi pada awalnyapedagang di sana hanya membuka lapak menggunakan beberapa meja dan payung.
Kawasan ini terjadi berawal dari berkumpulnya pedagang-pedagang barang antik yang tidak mendapatkan kios di Pasar Rumput. Para pedagang ini akhirnya oleh Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta pada masa itu dikumpulkan dan dikelola di Jalan Surabaya.3
Saat ini jumlah pedagang di pasar antik Surabaya mencapai 202 pedagang. Pasar ini buka setiap hari, mulai Jam 10.00 WIB sampai jam 18.00 WIB. Konon, waktu yang terbaik untuk datang ke pasar ini adalah pada akhir pekan, karena pada akhir pekan biasanya para penjual memberikan harga miring.
Galeri Demono

Lokasi terakhir Ngojak kali ini adalah Galeri Demono yang berlokasi di Jalan Surabaya nomor 34 Menteng Jakarta Pusat. Galeri Demono yang dibuka pada tanggal 8 Mei 2024 merupakan ruang sejarah perjalanan hidup Dewi Motik Pramono, seorang tokoh perempuan Indonesia sejak beliau lahir, menjalani pendidikan hingga menjadi tokoh panutan sampai saat ini.
Kalau boleh dibagi, galeri ini terdiri dari 3 ruang. Ruang pertama merupakan ruang linimasa. Di ruangan ini pengunjung bisa melihat arsip berupa catatan pribadi, foto dan korespondensi surat menyurat serta memorabilia dari Ibu Dewi Motik sejak masa muda hingga kini. Termasuk di dalamnya sebuah lukisan dari maestro pelukis Indonesia, Basuki Abdullah.
Sementara di ruang kedua berfungsi menyimpan koleksi pribadi Demono akan buku, lukisan dan kain nusantara. Di ruangan ini, kita bisa menyaksikan koleksi batik dari Iwan Tirta serta penjelasan arti dari motif-motifnyanya. Suatu hal yang sangat berguna bagi pelestarian budaya negeri ini
Ruang ketiga yang sebenarnya berada satu ruang dengan ruang kedua, merefleksi kamar pribadi termasuk lipstik merah dan parfum melati yang selalu tersedia di meja rias Ibu Dewi Motik. Suatu kehormatan tentu bagi Ngojak ketika rombongan ini berkunjung ke tempat ini, Ibu Dewi Motik berkenan hadir untuk memberikan “wejangan” bagi para peserta setelah sebelumnya rombongan dipandu oleh Kak Moza sebagai inisiator Galeri Demono.
Pada saat itu, peserta juga diberi kesempatan untuk memiliki dan membaca buku “75 Inspirasi Dewi Motik Pramono”, sebuah buku berisi nilai-nilai hidup dalam bentuk essay reflektif sederhana, namun relevan dengan pengalaman hidup kita semua.
Seperti biasa Ngojak memang konsisten dengan apa yang disebut wisata tematiknya. Suatu kawasan dengan sangat jeli bisa dilihat dari sudut lain yang berbeda dengan event dari penyelenggara lain. Prinsip dasar Ngojak yaitu tidak akan pernah mengulang rute yang sama secara reguler, karena ada banyak sekali wilayah di Jabodetabek yg penting untuk dikunjungi, perlu diapresiasi.