/

Ada Apa dengan Basa-basi?

Dibaca normal 3 menit

Beberapa teman bertanya, “Liburan gak kemana-mana, ‘dan?”

Aku jawab, “Engga.”

Sebagai seorang ceriwis, kayaknya kurang kalo ga menambahkan satu dua kalimat untuk memperjelas kondisi. Akhirnya diputuskan menambahkan, “Kapan lagi menikmati Jakarta di saat terbaiknya?”

Empat hari ini libur. Nikmat banget. Makan enak, istirahat cukup, dan melakukan banyak hal. Termasuk melakukan hal random seperti berkenalan dengan orang asing di kedai kopi atau festival film dan ngobrol panjang lebar.


Sore itu aku mampir ke mal Ambasador. Setelah mendapatkan apa yang dicari, aku mampir ke sebuah kedai kopi yang menyediakan kopi enak dengan meja terbatas. Aku beruntung mendapatkan meja kosong terakhir. Sambil menunggu Papua V60, aku membaca linimasa sambil membalas chat. Tak lama kemudian 2 orang perempuan masuk, nampak lelah dan ingin bersantai sejenak. Mata mereka memandang ke seluruh sudut ruangan dan tidak menemukan meja kosong. Teringat minggu lalu tidak bisa duduk di kedai itu, aku menawarkan 2 kursi kosong di dekat mejaku. Mereka terima tawaran itu lalu kami berkenalan.

Mengalirlah cerita tentang pengalaman ngopi di kedai A, B, C. Lalu merembet ke arah service gawai dan juga peliharaan yang gemar menggigit kabel charger. Obrolan sore itu cukup hangat, mengingat kami baru saja bertemu dan berkenalan beberapa saat sebelumnya. Sesekali kami tertawa sambil meneguk kopi. Sempat terbersit di pikiranku, “Apakah mereka benar-benar ingin berbincang denganku atau sekadar basa-basi demi sopan santun sudah diberi tempat duduk saja yah?”

Kedua perempuan itu meninggalkan kedai lebih dulu dengan senyuman dan salam, “Sampai jumpa lagi.”


Sore itu gerimis. Di Erasmus Huis ramai orang yang ingin menonton The Lobster. Aku salah satunya. Setelah memegang tiket, aku putuskan untuk keluar membeli bakpao dan kopi instan di pinggiran pagar pusat kebudayaan Belanda itu. Kopi dan bakpao datang bersama dua orang yang juga memesan bakpao. Satu orang menyapa, “Mau nonton EOS juga, mas?”

Kami pun terlibat obrolan pendek sambil makan bakpao, menunggu auditorium dibuka. “Kuliah atau kerja?” tanyaku. “Kuliah di IKJ,” jawabnya.

Menarik.

Seusai nonton The Lobster, kami sepakat melanjutkan obrolan di kedai kopi. Di sana aku mendapat banyak insight tentang latar belakangnya yang mengambil kuliah perfilman, bagaimana meyakinkan orangtua atas pilihan studinya, suka duka menjadi minoritas di kampus, juga tugas akhirnya. Dari obrolan itu dan juga mendapatkan informasi tentang perkembangan perfilman dari sudut pandang humas kementerian yang memiliki pusat pengembangan perfilman nasional. Rasa ingin tahunya tentang latar belakang kehidupan PNS juga lumayan terjawab dari cerita singkatku.

Aku pun bertanya, “Kenapa kok mau ngajak ngobrol orang asing?”
Dia menjawab, “Kamu kelihatan ramah dan baik.”
Kemudian aku mulai bercerita tentang pengalaman berkelana di Bengkulu – Sumatra Selatan; tentang perjalanan dan orang-orang baik yang kadang tak nampak baik di permukaan.

Agak berbeda dengan pengalaman berbincang dengan orang asing di kedai kopi sebelumnya, kami pun bertukar nomor telepon. Dia berjanji akan mengundangku menonton film karya tugas akhirnya.


Akhir pekanku, tak banyak menampilkan foto, cukup banyak cerita.

Sampai jumpa akhir pekan.
Selamat menyambut Senin.

**

Danasmoro Brahmantyo

Ngopi Jakarta

Membaca Jakarta, Memaknai Peradaban

Tinggalkan Balasan