Warna Warni Hidup dari Kepulan Asap

Dibaca normal 4 menit

“Pukul tujuh, Bang! Saya segera tiba di lokasi,” ujar bapak paruh baya di halte Trans Jakarta. Perlahan malam pun beranjak. Antrian manusia Jakarta masih menumpuk. Sarana yang ditunggu sebagai pengantar pulang belum tiba. Bapak-bapak tadi lalu melongos meninggalkan halte.

Saya perhatikan dari jauh, ia sedikit mengumpat kepada petugas. Lalu berjalan sambil merogoh sesuatu dalam kantong bajunya. Sebuah telepon genggam lalu dimainkannya. Masih dalam jembatan halte, kepulan asap rokok kemudian terlihat dari mulutnya.

Saya membayangkan ia sedang terburu-buru dengan sebuah perjalanan. Mungkin saja ia sedang ada janji yang begitu penting dengan seseorang. Mungkin saja ada keluarganya yang sakit, atau ada transaksi yang akan mengantarkan keluarga bapak itu mencapai sebuah impian.

Maka ketika ia merasakan kecewa dengan layanan transportasi yang terlambat, saya mengerti perasaan bapak itu. Ketika rokok dinyalakan, beban di pundaknya seakan hilang. Lalu ia memandang jalanan dari atas jembatan. Dihisapnya kembali rokok dan mengepul kembali asap-asap berwarna putih. Dua orang anak kecil dan seorang perempuan lalu menghampirinya. Tidak lama, mereka pun hilang ditelan gelapnya malam.

***

Dalam sebuah buku saya pernah mendengar kisah bahwa saat orang Barat masih bodoh, asap rokok mereka berwarna biru. Namun setelah mendapatkan ilmu dari Timur, mereka menghirup asap rokok itu sebelum menghembuskannya ke udara, dan asap yang keluar berwarna putih.

“Kita semua tahu akibatnya pada paru-paru, tetapi apa yang dialami oleh asap tembakau?” kata seorang kawan seraya menolak tawaran untuk menghisap kretek.

Kawan saya ini memang belum lama berhenti merokok. Namun bukan berarti ia lantas memvonis ini itu segala macam kepada para perokok. Sebagai orang yang pernah jago kelas fisika, kawan saya ini hafal betul bahwa partikel-partikel dalam asap rokok, saat terbang ke udara dari ujung rokok yang terbakar mempunyai ukuran sangat kecil, lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya nampak. Jika diteliti dengan mamandangi asap rokok, banyak berkas cahaya biru yang tidak bisa meneruskan perjalanan, namun menghambur ke seluruh ruangan, setidaknya warna biru lebih nampak dominan di mata dibandingkan dengan warna lain. Itu sebabnya mata kita lebih banyak menerima cahaya biru yang terpental oleh partikel-partikel asap dan asap menjadi nampak kebiru-biruan.

Nah, saat asap itu singgah di paru-paru partikel asap akan mengalami pembakaran sempurna, lalu mengikat air dan ukurannya menjadi besar. Maka ketika dihembuskan lagi ke udara, sebagian asap ini, seperti halnya gelombang raksasa, akan memantulkan semua warna kembali. Karena percampuran semua warna menghasilkan warna putih, asap rokok yang keluar dari paru-paru tidak biru lagi, melainkan putih.

“Tar dan nikotin tidak berwarna biru, jadi bukan ini penyebab warna biru pada asapnya. Yang terjadi adalah perubahan ukuran partikel asap rokok akibat perubahan ilmu merokok,” ujarnya.

Wah saya mendapatkan ilmu baru, perubahan ilmu merokok. Ini jelas mirip cara pandang saya kepada bapak-bapak paruh baya yang kecewa akan layanan publik lalu melampiaskannya kepada rokok. Di sekitar halte itu sang bapak menemukan perpaduan cahaya. Mimpi, kecewa, sedih. Ia seakan sedang memainkan peran sebagai orang maha penting karena bagian dari warna warni hidup.

Dari sudut lain, ternyata kita bisa belajar banyak dari kepulan asap rokok.

Ali Zaenal

Penafsir ruang dan waktu.

Tinggalkan Balasan