//

Suasana yang Begitu Jauh

Dibaca normal 2 menit

Ini adalah Idul Fitri pertama saya di Indonesia sejak empat tahun terakhir. Saya sudah lupa seperti apa yang namanya takbiran. Beberapa hari sebelum lebaran, pasti saya sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta dengan tiket di tangan. Saya lupa seperti apa harumnya opor ayam buatan tetangga dan gema dari Masjid untuk Salat Ied. Entah, tahun ini memang saya sudah tidak lagi menginginkan meninggalkan Indonesia. Di negeri yang jauh, saya tak bisa lagi merasakan suasana lebaran yang semestinya.

Saya memang tidak pernah ikut berlebaran. Namun, saya selalu suka dengan suasana lebaran. Apalagi ketika saya tidak berada di Indonesia, suasana itu terasa begitu jauh. Saya suka berputar ke pasar tradisional dan membeli bungkus ketupat yang kosong. Tak saya isi, hanya saya mainkan saja. Saya juga sering menyaksikan orang yang melintas di depan rumah saya hanya untuk bertakbiran.

Betapa lebaran pun begitu dirindukan oleh banyak orang. Pun saya, meski saya tidak merayakannya.

Namun, tahun ini, di saat saya berada di Indonesia, tiga malam lebaran justru saya lewatkan di atas kasur. Demam bertalu-talu. Lagi-lagi saya lupa dengan seperti apa sorak kemenangan di saat takbiran. Yang ada di pagi hari, saya membaca berita yang memilukan. Rasa geregetan dan sedih membuat saya semakin merasa sakit. Tenggorokan pun semakin terasa perih, mata saya menjadi merah hingga saat ini. Alhasil, orang-orang kantor pun bertanya ada apa dengan mata saya di saat libur lebaran.

Oh, tentu saja, saya berterima kasih kepada hotel yang masih menyediakan lontong kari ayam dan opor yang saya rindukan selama ini. Meski tertatih-tatih saya menelannya, rasa rindu pun terluapkan sudah tercampur rasa sakit saat menelan. Lebaran kali ini seakan begitu indah meski saya dalam keadaan sakit. Lebaran yang begitu jauh bertahun-tahun kini terasa begitu dekat. Dekat sekali.

Lantas, nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan? ~ Ar-Rahman [55]:25

Selamat Hari Raya!

Tinggalkan Balasan