Dalam sudut politik, anotomi sejarah santri selalu terlibat dalam gegap gempita distribusi kekuasaan. Distribusi kekuasaan selalu terlihat tidak adil bagi yang merasa tak mendapatkan. Anehnya, kabar-kabar kekuasaan dilaksanakan oleh mereka-mereka yang tak ahli. Sehingga tafsir soal anotomi para pembagi mendapatkan dua tantangan besar, pertama, “kasihan” kedua, “yang bekerja”.
Zaman ini adalah masa di mana kekacauan dalam euforia yang dalam ungkapan tukang ojek “moto peteng”. Yang tak ahli seolah mendapat jatah, yang ahli mendapatkan jatah sebagai penonton kelas barak pengungsian. Santri selalu punya wajah ini.
Ketidakberdayaan dalam mengelola distribusi akan menjadikan kangen bencana, sehingga yang dulu bekerja akan membuat aliansi sendiri. Aliansi ini sebut saja pasukan bayangan. Dalam sejarah Mangkunegaran disebut legiun khusus cinta yang menombak Jantung kalbu. Kalau ini semakin terlihat maka akan ada pelatihan memanah bidikan dengan persenjataan modern. Di mana uang dan senjata adalah bagian takdir klarifikasi keadaan bisikan soal resistensi keluarga yang terlibat dalam distribusi.
Kehilangan akses dalam mengambil logistik perang membuat kepemilikan akan berubah strategi. Dalam itu, silaturahim kelas meja makan politik harus segera direalisasikan. Kalau tidak, pengamanan suara akan tersliuk oleh pasukan terkutuk. Sebab euforia keindahan kemenangan belum menjadi fakta. Peristiwa itu wujud fatamorgana dalam ikatan cinta yang membuta. Perasaan ini harus dididik lewat perbintangan langit yang selalu memberi tanda bahwa musim selalu mudah berganti.
Saya ingatkan, dalam kopi yang pahit itu ada semacam obat jalan terbaik. Merelakan yang baru itu harus dipelajari dulu agar pelabuhan kemenangan laksana badai Uhud dalam sejarah tak terulang.
Menjadi saksi atas tragedi kekalahan itu sakit, sekalipun ini wujud kasih sayang-Nya. Antara kanan kiri, perlawanan ini untuk siapa? Kenapa santri selalu melawan terus? Tiba-tiba dijawab oleh musim. Penghancuran dipercepat, karena koridor butuh keseimbangan. Ketidakmampuan dan ketidakadilan adalah semacam instrumental para santri untuk melawan, baik faksi milenial dan konvensional. Sampaikan, kepada para pembuat definisi, bahwa hujan kemenangan dan kelelahan adalah bagian takdir. Kau hanya menjalaninya.
Jadi kalau kelasnya hanya euforia tanpa mengerti batasnya, akan tiba zaman yang kalian tak akan pernah duga. Maka obatnya adalah kembali ke jantung dan hati berdesa, menemani secara blusukan yang menyamar agar tahu mana persoalan, mana diskon. Mana kawan yang panjang, mana kawan yang menyusup. Demi kemaslahatan cinta kepada rakyat, mari kita saksikan euforia yang menghina akal sehat itu.
Bekasi, 2018