Nampaknya matahari sedang berbahagia, cuaca terik dan udara panas kala itu menyinari kawasan Museum Fatahillah dan sekitarnya. Saya bersama teman-teman kampus berencana menghabiskan hari Minggu ini untuk membahas kegiatan organisasi. Kota Tua kita pilih untuk menjadi tempat bertemu, diskusi dan menuangkan isi kepala.
Saya bersama Putri (kawan satu kampus dan satu organisasi) menggunakan moda transportasi KRL sekitar hampir 2 jam perjalanan, ya harap dimaklum karena kita berangkat dari Ciputat, Tangerang Selatan. Lalu setelah sampai dan acara diskusi selesai untuk menghilangkan penat kita memilih berjalan-jalan dan menghampiri satu persatu pedagang.
Kawasan Kota Tua mulai ditertibkan tahun lalu oleh Satpol PP di masa kepemimpinan Pak Ahok. Para pedagang memilih untuk menjajakan dagangannya dipinggir trotoar. Mengais rezeki di tempat keramaian merupakan kesempatan emas yang diharapkan untuk mengumpulkan lembaran rupiah. Mulai dari pedagang makanan ringan, tas, cosplayer, serta mainan anak penuh sesak dari pagi hingga menjelang Magrib. Salah satu yang menurut saya agak nyentrik yaitu Delman. Bergegaslah kita mulai menghampiri Pak Kusir yang saat itu menggunakan baju Koko putih dan peci hitam untuk menanyakan ongkos yang ditawarakan.
“Berapa Pak naik Delman ini?” ujar Diana, salah satu teman saya yang sudah lama tidak pernah menaikinya lagi selain di Tegal, kampung halamannya.
“50 ribu, Mbak,” ujar Pak Kusir. Harga yang menurut kami agak lucu dan mengerutkan kening karena rute yang dilalui hanya melewati Toko Merah untuk berfoto-foto sebentar, dilanjutkan ke terminal bus Kota Tua lalu kembali lagi ke Museum Fatahilah.
“Ya namanya juga rezeki pak Kusir, mumpung weekend dia mencari uang. Kalo weekday dia gak dapet penghasilan,” gumamku dalam hati. Dan akhirnya saya bersama empat orang teman naik.
Delman salah satu moda transportasi tradisional yang ditarik oleh seekor kuda dilengkapi dua roda yang dipasang untuk menyanggah beban dan Pak Kusir yang senantiasa mengendalikan kuda tersebut. Delman bisa juga disebut Andong atau berbagai sebutan sesuai daerah masing-masing, namun wujudnya kurang lebih sama, kuda yang menarik beban.
Moda transportasi ramah lingkungan ini rupanya sudah lama melanglang buana sejak zaman Hindia Belanda. Asal muasal nama penemu kendaraan ini, yaitu Charles Theodore Deelman, seorang litograper dan insinyur pada masa itu. Namun seiring waktu, delman sudah tergantikan oleh mesin-mesin yang lebih modern di jalanan ibukota. Semoga keberadaan delman yang sekarang hanya angkutan di kawasan pariwisata tetap menjadi hiburan bagi siapa saja.