24 Hour Project: No Object, No Prospect!

Dibaca normal 7 menit

Selesai dari Rusunawa, kami ngaso sambil ngebakso dan setor postingan lagi ke Instagram. FYI, 24 Hour Project ini dilakukan serentak di ratusan kota dari berbagai negara. Kegiatan tahunan bertujuan mengekspresikan kecintaan pada kota yang ditempati dengan mendokumentasikannya selama 24 jam dan posting ke Instagram tiap 1 jam. Selain itu, kegiatan ini juga berbasis kemanusiaan karena mendukung Lesvos Solidarity, sebuah kamp pengungsian yang ada di Yunani.

PhotoGrid_1491267851701

Dari Rusunawa kita jalan ke arah pertigaan Kamal, kemudian naik angkot ke Tempat Pelelangan Ikan. Tapi sayang gue lupa buat bilang kalau kami mau ke Muara Kamal. Dalam perjalanan kami sempat mampir beli Rujak Medan. Beberapa pasukan lain kemudian nemu distributor resmi es krim Aice, kayak yang norbek mereka langsung selfie. Ya Tuhan, gue kayak bawa anak alay fansnya Cherrybelle. Hahaha.

Setelah dzuhur, pasukan bertambah sehingga menggenapi formasi jadi lima pasukan dan akhirnya kami pun tiba di tempat pelelangan. Hunting sebentar, sapa, senyum, dan keramahan menjadi sangat penting. Dan gue baru nyadar, ternyata kehidupan nelayan itu tak ubahnya ikan di lautan, bebas tapi terombang-ambing gelombang.

PhotoGrid_1491268524927

Capek keluyuran, kami rehat lagi sambil ngopi dengan peralatan masak. Di sini gue dapat resep baru Cadburry Gayo Leyot, merujuk saran Jeni Jajarnisfi. Setelah itu kami berswafoto di Venesia Tjap Indonesia. Tetiba kami ingat satu hal, kalau perjalanan masih panjang.

Perjalanan berlanjut, Bang Alpin sukses ketiduran. Pules banget sampe pengen ditinggal. Hahaha. Rute kemudian berubah sedikit dengan niat ada yang mau beli baju ganti, tapi akhirnya malah makan di KFC. Meski pun alasan sebenarnya adalah numpang nge-charge hape. Usai shalat Ashar kami melanjutkan ke Kedaung Kali Angke, lebih tepatnya ke tempat gudang peluru dan rumah jagal babi.

https://www.instagram.com/p/BSYuF6WBK4X/?taken-by=fajarnisfi

Sempat nyasar ke rumah jagal babi karena memang tempat yang agak sulit. Sampe di rumah jagal babi, ah! Ya Tuhan, bau apa ini? Hahaha. Ya bau babi lah, ngana kira?

Gak lama di sana kita rencana jalan nyusurin Kali Angke sampai Jembatan Dua. Tapi akhirnya gagal karena hujan deras hingga waktu Isya pun tiba. Setelah agak reda, kami berjalan lagi dan mampir di sebuah tempat kuliner di Jalan Fajar yaitu Jus Kembung. Rasa-rasanya mereka akan ketagihan. 1 piring mie goreng bakso, 2 piring kwetiau baso, 1 piring nasi goreng baso dengan minuman 1 jus Mangpis, 1 jus Alpis, dan 1 kelapa muda. Tapi perhatikan Alpin memesan jus Alpis karena memang mirip-mirip dengan namanya sendiri. Hahaha.

https://www.instagram.com/p/BSWYT15jnwN/?taken-by=yazid2891

 

Rute berubah lagi yang seharusnya dari Jembatan Dua-Pekojan-Jembatan Lima dan berakhir di kota tua, kami memilih melewati Jalan Jembatan Gambang 1 dan tembus di Bandengan Selatan. Kami sepakat bahwa ini harus diakhiri demi kelangsungan umat. Umat? Bilang aja udah capek. Eh, belum kok. Kami masih kuat. Kuat untuk mengeluh.

 

Di Stasiun Jakarta Kota kami bertemu dengan pasukan NgoJak lainnya yang punya cerita tak kalah seru. Buat gue, malam itu begitu banyak cerita tanpa henti. Tentang pengalaman hari ini. Kami, sebagiamana kegiatan NgoJak, lantas memasak air dan menyeduh kopi di dalam Stasiun dengan gembira. Penyelesaian yang indah. Sungguh memang tak akan lupa 24 hour project tahun 2017 ini.

https://www.instagram.com/p/BSWa_UrDoRx/?taken-by=yazid2891

Waktu berputar dengan cepatnya
Seakan tidak pernah menyisakan sesuatu pun diantara kita
Aku yang terbiasa sendiri
Dan kalian dengan kesibukan masing-masing
Ingin ku hentikan waktu meski hanya sekejap
Merasakan kembali keriangan yang kita ciptakan
Entah waktu yang tak menginginkan kita untuk berlama-lama
Atau memang kita yang tak pernah mengingat waktu
Tapi sadarkah kalian bahwa cerita ini lebih indah dari kisah cinta
Karena untuk hari ini saja, kata indah itu sangat kecil
Dan cinta saja tidak cukup mewakili.

Tinggalkan Balasan