Photo by Tom Fisk
//

Tiga Hal yang Membuat Saya Rindu dengan Bandung

Dibaca normal 4 menit

Jujur saja, saya masih belum bisa move on dari Bandung meski sudah meninggalkan kota itu hampir setengah tahun dan kembali ke tempat saya berasal, Jakarta. Padahal waktu yang banyak semasa saya bersekolah di sana lebih banyak tersita di jalan-jalan Bandung. Bermain, nongkrong, hingga tersesat di kota Paris van Java itu. Sayangnya, tiga setengah tahun di sana belumlah cukup untuk mereguk seluruh keinginan saya tentang Bandung, seperti memiliki rumah di Jalan Hegarmanah atau memiliki kedai kopi di kawasan Braga. Well, memang itu semua tidak bisa ditempuh dalam waktu yang singkat sedemikian rupa, tetapi itu semua hanyalah alasan saya agar saya bisa kembali ke Bandung meski kini berada di Jakarta.

Lantas, apa yang spesial dari Bandung?

1. Suasana

Oh, ya, jelas! Jangan pernah membandingkan suasana Bandung dengan Jakarta. Keduanya kontradiktif. Kalau di Jakarta, sepatu saya sudah pasti menendang angkot yang berhenti tanpa mengenal sopan santun. Sementara di Bandung, saya bisa sabar luar biasa. Percaya atau tidak, selama hidup di Bandung, mulai dari cara bicara hingga selera makan saya berubah! Bandung membuat saya menjadi gila dengan makanan yang sangat manis dan bicara pun kini lebih halus dibanding saat saya berada di Jakarta.

Hal yang tidak kalah menariknya adalah saya rindu dengan suasana Bandung di malam hari. Saya sering ‘lari’ ke Dago Pakar ketika malam tiba hanya sekadar ingin melihat Bandung Kota yang penuh dengan gemerlap cahaya. Meskipun sebenarnya saya tidak tahan dengan suhu yang terlalu dingin, saya tetap betah kerja di atas sana hingga tengah malam. Pssst, bahkan saya pernah ‘diusir’ karena sang pelayan hanya menunggu saya sebab saya belum mau membayar sampai saya puas, haha!

2. Arsitektur

Saya tidak bisa berbohong kalau Bandung dulu berbeda dengan Bandung sekarang. Bandung yang dulu tidaklah seramai sekarang dengan gedung-gedung bertingkat dan hotel-hotel yang mewah. Siapa yang ingin saya salahkan? Saya pun juga tak ingin menyalahkan siapa-siapa. Namun, percayalah, saya tetap cinta Bandung. Saya selalu menjadi penikmat arsitekturnya yang ‘tua’ nan memesona itu. Tiada habis saya bersyukur karena Ridwan Kamil -yang beristrikan senior saya di kampus itu- menjadi Walikota Bandung dan sedikit-banyak telah menyulap kota ini menjadi kota yang sempat hilang dahulu.

3. Tentang cinta yang tak terlampiaskan

Kalau Anda pernah tinggal di Bandung lebih dari tiga bulan tanpa pernah merasakan cinta terhadap kota dan orang-orang di sini, mungkin ada dua penyebab. Yang pertama, Anda memang tidak suka dengan keheningan dan suasana dingin. Yang kedua, hati Anda telah membeku.

Berada di kota ini, saya banyak belajar soal cinta. Cinta kepada manusia yang jarang saya temui di kota sebesar Jakarta. Cinta kepada alam yang hampir tidak pernah saya temui selain di kantong plastik belanjaan. Cinta kepada cinta itu sendiri yang akhirnya membuat saya menjadi manusia. Namun, cinta yang terakhir tidak akan pernah habis untuk diejawantahkan sehingga saya pun tidak pernah puas untuk kembali ke Bandung, kota yang pernah saya impikan untuk saya diami hingga kota yang akan selalu saya rindukan kini dan kelak.

Lantas, apa yang membuat Anda rindu dengan Bandung? Samakah seperti saya?

Salam,

A

Tinggalkan Balasan