Kami berjalan menyusuri Jalan Pemuda ke arah timur, sampai menemukan sebuah rumah tua yang di belakangnya terdapat sebuah bangunan besar. Rumah ini rupanya membuat penasaran kawan-kawan NgoJak. Kami pun masuk dan ditemui oleh Bapak Rompas, pemilik rumah tersebut, dan pengurus bangunan besar di belakangnya, yang ternyata adalah gereja untuk kaum Kristen Minahasa di Depok. Pak Rompas terhitung baru bermukim di Depok, baru sejak 1989. Namun ia mengetahui cukup banyak informasi tentang komunitas Depok Lama, juga cerita tentang rumahnya, yang ia beli dari orang Depok Lama. Usai berbincang dengan Pak Rompas, kami menyeberang jalan dan berpose di Restoran Khasantie. Restoran ini masih mempertahankan bentuk bangunan lama yang bergaya Eropa.


Kami berjalan terus ke timur, melewati dua rumah bergaya lama di kiri dan kanan jalan, hingga menemukan bangunan SD Pancoran Mas. Bangunan yang nampak kurang terawat ini dulunya adalah Europe Lagerschool (ELS) Depok. Sekolah ini dikhususkan untuk warga Eropa dan warga lokal yang sudah dipersamakan hak sipilnya. Pendidikan (barat) di Depok memang sudah dimulai sejak masa Chastelein, namun pada perkembangannya, tidak semua warga berminat sekolah formal. Kebanyakan anak lebih memilih membantu orang tua mereka di ladang. Para tokoh komunitas Depok Lama secara berkesinambungan mengupayakan akses pendidikan, mulai dari pembentukan Holandsche Indieschool (HIS) sebagai sekolah dasar untuk pribumi. Sampai kini, Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) sebagai penjaga dan pengelola aset Depok Lama, mengelola masing-masing satu sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas dengan nama “Kasih”.

Kami berjalan lagi, melewati tiga gereja di perjalanan, hingga ke depan Gereja Immanuel. Sebagaimana masyarakat yang hidup dengan agama sebagai pedoman utama, gereja ini menjadi pusat interaksi sosial komunitas Depok Lama. Gereja ini dibangun Chastelein awal 1700-an dengan bahan kayu dan bambu untuk menunjang kegiatan dakwah kristen kepada para budaknya. Gereja Immanuel sampai sekarang masih menjadi “rumah kultural” bagi masyarakat asli Depok Lama dan keturunannya.
