Energi

Dibaca normal 4 menit

Kini, hampir semua benda nyaris menggunakan baterai. Jam tangan, smartphone, laptop, kamera, senter, remote televisi, mainan anak-anak, hingga raket nyamuk. Apa yang menarik dan diinginkan orang dari benda yang satu ini? Jawabannya tentu saja listrik. Namun di dalam baterai ini sebetulnya tidak berisi listrik, tepatnya, baterai hanya memiliki potensi untuk menghasilkan arus listrik dalam bentuk bahan kimia.  Bahan-bahan kimia yang ada di dalam baterai ini hanya dipisahkan sedemikian rupa sampai akhirnya tidak bereaksi sama sekali. Ketika kita menyambungkan baterai dengan sebuah alat dan menyalakan sakelarnya, seketika bahan-bahan kimia itu akan bereaksi. Disitulah aliran listrik tercipta.

Baterai hanyalah alat pintar yang mengendalikan reaksi-reaksi kimia sehingga kita dapat mengambil energi listriknya setiap kali kita memerlukan listrik. Baterai juga beragam, ada baterai primer, sekunder, hingga portable charger seperti Power Bank.

Dengan ragam kapasitasnya, power bank kini menjadi juru selamat yang sedang menanjak di kala baterai smartphone hampir, jika tidak dikatakan habis sama sekali. Hidup seakan tak bermakna jika kongkow bareng teman tidak membawa benda yang satu ini. Alih-alih takut ketinggalan sebuah momen karena ketinggalan power bank, duduk di ruangan mana pun terkadang harus bersebelahan dengan colokan listrik untuk sekadar numpang nge-charge.

Dalam sebuah pameran elektronik bulan Oktober lalu, harga power bank berkapasitas 3000 mAh dibandrol harga Rp 50.000,- dan luar biasanya, antrian pembeli begitu panjang, “Anjritt! itu tau nggak, dijual udah kaya kacang goreng,” ujar seorang teman yang ikut mengantri. Sayangnya, ini hanya kabar buruk. Beberapa hari kemudian, dia mengeluhkan power bank yang baru dibelinya. Kapasitas yang harusnya bisa nge-charge ponsel yang berbaterai 1500 mAh sebanyak dua kali itu, ternyata hanya bisa nge-charge satu kali saja. Hingga akhirnya power bank miliknya hanya tinggal nama dan kardus.

“Kena tipu gue, pantesan harganya gocap. Ndak mutu! Apes dah gue,” keluhnya.

Baterai atau pun power bank mungkin hanyalah satu dari sebuah inovasi cerdas. Sejak lama kita mengetahui adanya energi panas dari bahan kimia seperti kayu, batu bara, maupun minyak dengan cara membakarnya. Kita membantu bahan tersebut bereaksi dengan udara. Pembakaran seperti ini mirip dengan reaksi-reaksi kimia lainnya yang menghasilkan energi listrik. Dalam ingatan pelajaran sekolah dulu, istilah ini biasa disebut dengan reaksi redoks atau reduksi-oksidasi. Listrik sendiri merupakan aliran-aliran elektron dari satu tempat ke tempat yang lain.  Elektron ada dimana-mana, ia mengejawantah karena merupakan bagian luar setiap atom. Loncat dan berpindah dari atom A ke atom B layaknya musafir.

Saya jadi berpikir, bukankah tubuh manusia juga sebetulnya tersusun oleh atom-atom yang berikatan? Semula dari nutfah, lalu menjadi senyawa-senyawa baru yang membentuk molekul-molekul. Kemudian bersekutu dengan molekul-molekul lainnya. Entitasnya sampai membentuk jaringan yang lebih besar yang kita sebut organ. Lalu molekul yang membaur itu juga memiliki berat bersifat fisik dan terlihat secara lahiriah. Membentuk satu kesatuan yang berwujud.

Ada banyak hal tak berguna yang menyita waktu. Ada pula hal penting yang sering disepelekan, diacuhkan, dan seakan dianggap tak ada. Belajar dari power bank murah, mungkin kita harus punya bekal energi lebih agar bisa bermanfaat untuk sekitar, dan tentu saja bisa bertahan lebih lama.

Selamat menikmati liburan 🙂

Ali Zaenal

Penafsir ruang dan waktu.

Tinggalkan Balasan