Seperti biasa Ngopi di Jakarta (atau lebih dikenal dengan Ngojak) “keluyuran” ke tempat yang bisa dikatakan unpredictable. Tiba-tiba saja #Ngojak52 mengambil tema: pemakaman, dan tempat yang dituju adalah daerah Menteng Pulo. Di daerah ini memang dikenal dengan Kokas atau Kota Kasablanka, padahal di sekitarnya ada pemakaman yang cukup luas yaitu Pemakaman Umum Menteng Pulo dan Ereveld Menteng Pulo. Yang mungkin menjadi penanda bahwa bangunan-bangunan yang sekarang berdiri bisa jadi “menggusur” atau memakai lahan pemakaman yang ada.
Casablanca atau Kasablanka
Penamaan jalan ini tak lepas dari persahabatan Bung Karno dengan Raja Hassan II dari Maroko. Pada tahun 1960-an, pemerintah Indonesia dan Maroko membentuk kerja sama, salah satunya dengan membuat “sister city”, di mana sejumlah ruas jalan di kota terbesar di Maroko, yakni Casablanca diberi nama “Rue Jakarta”, “Rue Bandoeng”, dan “Avenue Soekarno”. Sementara di Indonesia, nama Casablanca digunakan pada salah satu ruas jalan Jakarta yang kini dikenal dengan nama Jalan Casablanca.1 Jalan ini memiliki panjang 1,6 kilometer dan membentang dari perempatan jalan Dr. Saharjo—Letjen Soepomo di daerah Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, sampai Terowongan Casablanca di daerah Kuningan Timur, Setiabudi, dan bersambung di Jalan Satrio.
Jalan yang diresmikan pada pertengahan tahun 1996/1997 ini melintasi 3 kelurahan, yaitu:
- Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan
- Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan
- Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan
Perkembangan daerah ini pun sangat terasa. Selain hadirnya pusat perbelanjaan Kota Kasablanka yang mulai beroperasi pada tanggal 28 Juli 2012 dan diresmikan pada tanggal 31 Agustus 2012 ini, di daerah ini juga dibangun Jalan Layang Nontol Tanah Abang–Kampung Melayu yang mulai beroperasi pada tanggal 28 Juli 2012 dan diresmikan pada tanggal 31 Agustus 2012.2 Jalan yang bernama resmi Jalan Layang Non Tol Prof. Dr. Hamka ini, oleh Pemerintah Provinsi DKI diharapkan mampu menampung 7.200 kendaraan tiap jam, sehingga dapat mengurai kemacetan kendaraan hingga 40% setiap harinya.
Pemakaman Umum Menteng Pulo
Nama resmi tempat ini adalah TPU Menteng Pulo, dan beralamat di Jalan Casablanca, RT.6/RW.12, Menteng Dalam, Tebet, RT.6/RW.12, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12960. TPU ini berada di dua kecamatan dan punya luas total kurang lebih 41 hektare. Di TPU tersebut, tercatat ada 39 ribu jenazah yang dikebumikan.3 Dan sekarang, TPU yang berada di tengah kota itu kini dikelilingi bangunan-bangunan tinggi, seperti apartemen dan gedung perkantoran ini, nyaris tak bisa menampung jenazah baru.
Ereveld Menteng Pulo
Beralamat di Jl. Menteng Pulo RT.3/RW.12, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta 12870, tempat ini merupakan salah satu makam kehormatan Belanda yang paling dikenal di Indonesia. Ereveld sendiri merupakan istilah bahasa Belanda yang berarti veld (=lahan) dan eer (=kehormatan). Istilah ini merujuk pada makam kehormatan Belanda di Indonesia, tempat peristirahatan terakhir bagi para korban perang dari pihak Belanda dan Indonesia, yang dikelola oleh Oorlogsgravenstichting (OGS) Indonesia.4
Erveld Menteng Pulo merupakan satu dari 7 ereveld yang ada. Ada pun tujuh Ereveld di Indonesia itu adalah Ereveld Ancol dan Menteng Pulo (Jakarta), Kalibanteng dan Candi (Semarang), Pandu (Bandung), Leuwigajah (Cimahi), dan Kembang Kuning (Surabaya). Makam kehormatan ini menjadi lokasi utama peringatan nasional Belanda di Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun pada 4 Mei (Hari Berkabung) dan 15 Agustus (Berakhirnya Perang Dunia Kedua di Asia), di tambah 27 Februari (Pertempuran Laut Jawa) khusus di Ereveld Kembang Kuning Surabaya.
Ereveld Menteng Pulo menempati bidang tanah seluas 29 ribu km2 dan diisi sekitar 4.300 makam yang terbadi dalam 18 blok. Orang-orang yang dimakamkan disini merupakan korban perang dari Perang Dunia Kedua dan Revolusi Nasional Indonesia, termasuk warga sipil, personel militer dan termasuk jenazah Letnan Jenderal S.H. Spoor, yang meletakkan batu pertama pendirian makam kehormatan ini pada tanggal 8 Desember 1947 yang termuat di prasasti di pintu bagian dalam makam tersebut.
Warga sipil pertama yang dimakamkan di sini adalah sepasang suami istri Van Harreveld, pada tanggal 14 Desember 1946. Dan prajurit infantri W. van Kammen merupakan korban militer pertama di makam kehormatan ini pada 11 Februari 1947.
Gereja Simultan
Di tengah kompleks Ereveld Menteng Pulo berdiri Gereja Simultaan. Dibangun dari bata putih berplester dan selesai dibangun pada tahun 1950, gereja ini tidak digunakan untuk ibadah rutin, melainkan dibuka untuk peringatan nasional Belanda dan acara-acara khusus lainnya. Gereja ini dipenuhi dengan detail simbolis yang menggambarkan kehidupan dan ciptaan Tuhan. Di pintu masuk, daun pintu dari besi tempa dihiasi dengan motif alam: sisi kanan menampilkan burung, hewan-hewan asli Indonesia, dan pepohonan, sementara sisi kiri menggambarkan ikan, tumbuhan, dan buah-buahan, mengajak pengunjung merenungi keindahan dan keragaman kehidupan.
Simbolisme berlanjut di bagian dalam gereja. Di sepanjang dinding kanan yang menghadap ke kolumbarium, terdapat beberapa elemen simbolik, di antaranya adalah jam pasir yang melambangkan waktu yang terus berjalan. Simbol lainnya diantaranya kupu-kupu, yang secara tradisional mewakili jiwa, dikelilingi oleh ouroboros, seekor ular yang membentuk lingkaran dengan menggigit ekornya sendiri, melambangkan keabadian dan keberlangsungan jiwa.
Lihat postingan ini di Instagram
Kolumbarium
Disamping gereja berdiri Kolumbarium. Sebuah bangunan elegan yang ditopang oleh pilar-pilar bundar berwarna putih. Di sini tersimpan 754 guci berisi abu tawanan perang Belanda yang meninggal di Jepang. Guci-guci tersebut ditemukan oleh pasukan Amerika Serikat dan kemudian dibawa ke Indonesia untuk dimakamkan di tempat ini.
Di sebuah sudut, terdapat guci simbolis untuk prajurit yang tak dikenal. Di belakangnya terdapat relief seorang perempuan yang mengangkat kedua tangannya dengan obor di tangan kanannya. Di atasnya tertulis kalimat “Jiwa yang Telah Menang” dalam Bahasa Belanda, yang merupakan moto dari Dinas Pemakaman Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL).
Salib Burma-Thailand
Di dalam Gereja Simultan terdapat replika salib Burma-Thailand yang dibuat oleh tawanan perang dari kayu rel kereta api penghubung Burma dan Thailand. Salin ini merupakan penghormatan bagi rekan-rekan mereka yang tewas selama pembangunan dan pemeliharaan rel itu. Di dalam salib itu terdapat tulisan asal tawanan yaitu Belanda, Australia, Inggris dan Amerika. Serta tanggal pembuatan yaitu 20 November 1943.
Masjid Perahu
Masjid ini memiliki nama Masjid Agung Al-Munada Darussalam Baiturrahman dan beralamat di Jalan Menteng Pulo Raya No. 23, RT 3/RW 5, Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan. Masjid yang berdiri pada tahun 1963 dan memliki luas 1.500 meter persegi ini dibangun oleh KH Abdurrahman Maksum bersama warga sekitar.5 Masjid ini menjadi semakin dikenal orang karena pada tahun 1990, dibuatlah bangunan menyerupai perahu untuk toilet dan tempat wudhu jemaat. Selain karena meneladani kisah Nabi Nuh, bangunan ini dibuat karena donaturnya merupakan seorang pelaut.
Konon, masjid yang mempunyai kubah berbentuk kerucut bersusun dua ini juga dilengkapi dengan satu kilogram emas yang diletakkan di bagian puncaknya. Menurut seorang uztaz di masjid itu, emas di bagian puncak masjid itu dijadikan simbol kemakmuran.6 Harapannya masjid ini pun selalu makmur, selalu kaya, termasuk jemaahnya juga.
Sumber rujukan:
- https://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Casablanca_(Jakarta)
- https://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Layang_Nontol_Tanah_Abang%E2%80%93Kampung_Melayu
- https://www.liputan6.com/news/read/2492552/journal-sengkarut-kelola-pemakaman-di-jakarta?utm_source=chatgpt.com&page=2
- https://ogsindonesia.nl/id/ereveld-menteng-pulo/
- https://www.instagram.com/reel/C4w2fBnv3Bb
- https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7213222/masjid-perahu-dekat-mal-di-jaksel-eksis-di-antara-apartemen-mewah