Setelah turun dari commuter line, saya berjalan kaki menuju angkot yang ngetem di ujung jalan. Beberapa angkot berbaris tak rapi. Karena memang tidak dipersiapkan untuk itu. Terdengar suara riuh beberapa orang di dekat pintu sopir pada angkot yang parkir paling belakang.
Saya berjalan mendekat ke angkot tersebut. Dan memilih duduk di jok depan, samping sopir. Kebetulan angkotnya masih belum ada penumpang. Jadinya saya bebas memilih, dong. Lalu, secara terpaksa, saya pun mendengar pembicaraan sopir angkot ini dengan teman-temannya (yang diduga sopir juga).
Satu sama lain saling menyahut cepat. Terdengar heboh dan seru. Sepenangkapan saya, mereka sedang bercerita tentang seorang ibu yang melahirkan dalam angkot yang sedang berjalan. Hm, kira-kira begini…
Jadi, seorang yang bercerita ini adalah orang yang mengalaminya. Dia adalah seorang sopir angkot yang sedang parkir di depan angkot yang sedang saya tumpangi. Katanya, saat dia sedang narik, seorang ibu-ibu hamil yang duduk di jok belakang terdengar meraung. Semakin lama, semakin keras. Si Sopir hanya melihat kondisi tersebut melalui spion tengah. Saat itu, di dalam angkot hanya ada dia dan seorang perempuan muda.
“Aduh, Bang! Tolong! Aduuuuuh….”
Kira-kira begitulah si Sopir menirukan raungan si ibu hamil tersebut. Si sopir akhirnya meminggirkan angkotnya. Dan refleks meminta bantuan penumpang muda yang tadi untuk menemaninya.
Tadinya dia ingin sekali meminta bantuan ke sekeliling. Tapi, karena dia sedang berada di jalan yang berisi deretan toko yang sudah tutup, dia pun berinisiatif untuk menolong si ibu hamil tersebut semampunya.
Oh ya, kata si sopir, saat itu sudah malam. Dan angkot-angkot atau kendaraan lain sudah jarang. Selain itu, rumah tinggal warga terdekat pun tidak bisa ditempuh hanya dalam beberapa langkah.
“Bang! Sakiiiiiit…. Tolong, Bang!”
Si sopir makin tertekan. Dia superbingung karena tidak punya pengalaman sama sekali soal persalinan. Dia bercerita waktu istrinya melahirkan anak-anaknya saja, dia tidak mau menemani. Katanya takut lihat darah dan erangan kesakitan istrinya. Selain itu, dia juga gengsi. “Malu dong, gua sama tato gua!”
Saat si sopir bilang gitu, mata saya pun langsung beralih ke lengan atas yang dia gulung sedikit kausnya. Dan benar, tatonya banyak dan seram ala preman pasar.
Cerita pun berlanjut, si Sopir menahan ngeri ketika dia melihat banyak darah yang menggenang di dalam mobilnya. Sementara, suara si ibu hamil tadi semakin kencang dan sukses membuat suasana malam itu mencekam buat si Sopir angkot.
Perempuan muda yang jadi penumpangnya juga terlihat panik. Namun, masih berusaha untuk fokus membantu persalinan. Menurut si Sopir, si perempuan muda ini cukup punya pengetahuan tentang persalinan. Jadinya, si Sopir merasa sangat terbantu.
Dan… gong ceritanya adalah saat si Sopir ini diminta nge-azan-in si bayi yang lahir. Sekumpulan laki-laki ini tertawa terbahak-bahak sekaligus mengejek si Sopir yang ternyata tidak bisa azan.
Saya pun ikut ketawa. Karena si Sopir gaya berceritanya lucu. Dia mengazani si bayi dengan azan ala dia, alias ngaco banget. Dia cuma pake nada azan yang dia suka dengar sekilas dari masjid.
Ceritanya cukup segitu aja. Nanti kalau ada lagi, saya akan berbagi di sini.