//

Ngeker Bulan di Kampung Basmol

Dibaca normal 2 menit

Adalah Sayyid Usman bin Yahya, seorang Mufti Betawi yang diangkat oleh Belanda sebagai Honorair Adviseur (Penasehat Kehormatan) untuk urusan Arab dari tahun 1862 sampai mangkat beliau di tahun 1913, yang menetapkan Kampung Pisola (yang kemudian menjadi Kampung Basmol) sebagai tempat Rukyatul Hilal. Hal ini dikarenakan datarannya lebih tinggi dari daerah sekitarnya disertai pandangan yang luas ke arah ufuk Barat, sehingga daerah tersebut memenuhi syarat untuk melihat hilal (bulan sabit muda) dengan mata telanjang atau bantuan alat sebagai acuan awal masuk bulan baru di perhitungan kalender Islam.

Sepeninggal Sayyid Usman bin Yahya, tradisi “ngeker bulan” diteruskan oleh Guru Madjid. Beliau adalah salah satu dari 6 Guru ulama Betawi yang bernama asli Abdul Madjid, lahir di Pekojan, Jakarta Pusat tahun 1887. Beliau dikenal sebagai ahli tasawuf, tafsir dan ilmu falak. Dari tangan beliau pula lahir ulama ulama kharismatik Betawi. Kitab Taqwim an- Nayyirain berbahasa Arab-Melayu tentang ilmu Falak menjadi pegangan dan rujukan hisab bagi para perukyat hilal di Kampung Basmol.

Seiring perkembangan zaman, wilayah Kampung Basmol yang dulu terdiri dari sawah-sawah luas menjadi daerah pemukiman padat dan tempat usaha. Keputusan untuk memindahkan tempat Rukyatul Hilal ke dari tanah lapang ke atap Masjid Al Musyari’in pada tahun 1991 semata mata dilakukan untuk mendapatkan pandangan tanpa ada halangan bangunan-bangunan yang semakin masif seiring perkembangan kampung-kota.

Penggunaan teleskop dan data dari perhitungan ephemeris hisab rukyat merupakan pelengkap dari cara tradisional melihat hilal dengan menggunakan 2 batang kayu yang disilangkan dan diarahkan ke ufuk Barat.

Semoga tradisi “Ngeker Bulan” sebagai tradisi Islam Betawi dapat terjaga dan lestari di tengah semakin maju dan berkembangnya teknologi informasi sekarang ini.

Tinggalkan Balasan